Guru ngajiku sering berkata bahwa dunia ini adalah neraka bagi orang-orang mukmin, dan surga bagi orang-orang yang tidak beriman. Artinya bahwa jika kita ingin masuk surga di akhirat kelak, maka hidup kita di dunia haruslah menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah, dan salah satunya adalah berpacaran.
Memang, jika dilihat realitanya, dengan penduduk mayoritas muslim, di negeri ini banyak sekali muda-mudi yang memadu asmara. Di sekolah-sekolah, di kampus, di jalan, di mall, di bioskop, atau di mana pun kita akan sangat mudah menjumpai sepasang remaja yang tengah dimabuk cinta. Berboncengan, bergandengan tangan, berpelukan, atau bahkan melakukan hal-hal yang seharusnya hanya dilakukan oleh sepasang suami istri merupakan hal-hal yang tak lagi mereka anggap tabu. Justru mereka akan menggangap orang-orang yang tidak punya pacar sebagai orang yang cupu, kampungan, dan ketinggalan jaman.
Ketika aku SMP, aku bertanya pada setiap temanku, apakah mereka sudah punya pacar ataukah belum. Dan jawaban mereka sangat mencengangkanku. "Jangankan pacar, mantanku aja lebih dari jumlah jari tanganku". Kebanyakan dari mereka telah punya yang namanya "teman laki-laki spesial" atau yang lebih sering mereka bilang dengan sebutan pacar atau ayang. Bahkan ada beberapa di antara mereka yang mempunyai pacar lebih dari satu dalam waktu yang sama. Ckckckck..... kalau seperti itu, pantas saja jika aku ga kebagian -_-"
Sampai saat ini aku hanya pernah "pacaran" sekali. Itu pun aku agak kepaksa. Bisa dibilang itu ajang coba-coba, karena aku iri dan ada rasa penasaran. Namun, yang aku rasakan tak seindah kebanyakan orang bilang. Bagiku lebih membahagiakan ketika aku menyukai seseorang ketimbang disukai dan aku harus membalasnya dengan terpaksa. Ketika aku menyukai seseorang, selalu ada getaran dan rasa tersendiri yang aku rasakan. Rasa ini lebih membahagiakan ketimbang rasa yang aku rasakan ketika dulu menjalin hubungan dengan my first boyfriend. Rasa itu lebih memberikanku semangat dan bisa membuat diriku berkeringat layaknya sehabis meraton. Dan ketika aku mengetahui fakta bahwa seseorang yang aku sukai telah menyukai dan disukai orang lain, rasa yang mewarnai hidupku bertambah. Rasa ini membuatku tak enak makan, rasanya hati ini miris setiap kali mengingat omongan orang-orang atau bahkan melihat dengan mataku sendiri orang yang aku sukai bersama wanita lain. Hal tersebut lebih membuatku "nyesek" bila dibandingkan waktu aku putus dengan my ex-man.
Saat ini, aku sedang menaruh perasaan terhadap teman sekelompok klub bahasa inggris di kampus. Perlukah aku menyebutkan namanya? aku rasa tak perlu. Ia lebih tua setahun dariku. Dia calon perawat, dan beberapa bulan lagi ia akan diwisuda. Sebenarnya aku belum terlalu yakin akan perasaan ini. Aku memang sayang dia. Aku mengkhawatirkan dia, aku sangat bahagia ketika ia menyuruhku untuk membantu menterjemahkan tugasnya, meskipun temanku memarahiku habis-habisan karena aku tak memperdulikan mereka ketika aku tengah menikmati tugas darinya. Menurut pendapat temanku, ia memberikan tugas itu bukan dengan maksud apa-apa, melainkan hanya ingin tugasnya segera selesai. Dan kenapa aku? karena kata temanku, akulah yang berpotensi untuk melakukan tugas penerjemahan. Bukan karena ia suka denganku. Tapi menurutku, hal itu merupakan suatu penghormatan bagiku. Jangankan hanya membantu menyelesaikan tugasnya, aku pun bersedia menyediakan bahuku untuk dijadikan sandaran seluruh seluruh bebannya. Aku bersedia meluangkan waktuku untuk mendengarkan keluh kesahnya. Aku sangat peduli dengannya.
Aku sadar betul bahwa berpacaran bukanlah hal yang baik. Tapi aku iri dengan teman-temanku. Mereka selalu mengacuhkanku ketika mereka bersama dengan pacar mereka. Dan jika sudah begitu, internetlah yang menjadi pasangan setiaku.
Aku benci melihat orang-orang bermesraan, aku benci melihat teman-temanku melupakanku karena pacar mereka. Aku benci dengan perempuan yang punya pacar lebih dari satu.
Biarlah mereka dengan jalan mereka, dan aku akan tetap berada pada jalanku sendiri. Jalan yang ditunjukkan oleh kedua orang tuaku. Karena aku sayang mereka, diriku, dan agamaku.
Share
***
Ketika aku SMP, aku bertanya pada setiap temanku, apakah mereka sudah punya pacar ataukah belum. Dan jawaban mereka sangat mencengangkanku. "Jangankan pacar, mantanku aja lebih dari jumlah jari tanganku". Kebanyakan dari mereka telah punya yang namanya "teman laki-laki spesial" atau yang lebih sering mereka bilang dengan sebutan pacar atau ayang. Bahkan ada beberapa di antara mereka yang mempunyai pacar lebih dari satu dalam waktu yang sama. Ckckckck..... kalau seperti itu, pantas saja jika aku ga kebagian -_-"
***
Sampai saat ini aku hanya pernah "pacaran" sekali. Itu pun aku agak kepaksa. Bisa dibilang itu ajang coba-coba, karena aku iri dan ada rasa penasaran. Namun, yang aku rasakan tak seindah kebanyakan orang bilang. Bagiku lebih membahagiakan ketika aku menyukai seseorang ketimbang disukai dan aku harus membalasnya dengan terpaksa. Ketika aku menyukai seseorang, selalu ada getaran dan rasa tersendiri yang aku rasakan. Rasa ini lebih membahagiakan ketimbang rasa yang aku rasakan ketika dulu menjalin hubungan dengan my first boyfriend. Rasa itu lebih memberikanku semangat dan bisa membuat diriku berkeringat layaknya sehabis meraton. Dan ketika aku mengetahui fakta bahwa seseorang yang aku sukai telah menyukai dan disukai orang lain, rasa yang mewarnai hidupku bertambah. Rasa ini membuatku tak enak makan, rasanya hati ini miris setiap kali mengingat omongan orang-orang atau bahkan melihat dengan mataku sendiri orang yang aku sukai bersama wanita lain. Hal tersebut lebih membuatku "nyesek" bila dibandingkan waktu aku putus dengan my ex-man.
***
Saat ini, aku sedang menaruh perasaan terhadap teman sekelompok klub bahasa inggris di kampus. Perlukah aku menyebutkan namanya? aku rasa tak perlu. Ia lebih tua setahun dariku. Dia calon perawat, dan beberapa bulan lagi ia akan diwisuda. Sebenarnya aku belum terlalu yakin akan perasaan ini. Aku memang sayang dia. Aku mengkhawatirkan dia, aku sangat bahagia ketika ia menyuruhku untuk membantu menterjemahkan tugasnya, meskipun temanku memarahiku habis-habisan karena aku tak memperdulikan mereka ketika aku tengah menikmati tugas darinya. Menurut pendapat temanku, ia memberikan tugas itu bukan dengan maksud apa-apa, melainkan hanya ingin tugasnya segera selesai. Dan kenapa aku? karena kata temanku, akulah yang berpotensi untuk melakukan tugas penerjemahan. Bukan karena ia suka denganku. Tapi menurutku, hal itu merupakan suatu penghormatan bagiku. Jangankan hanya membantu menyelesaikan tugasnya, aku pun bersedia menyediakan bahuku untuk dijadikan sandaran seluruh seluruh bebannya. Aku bersedia meluangkan waktuku untuk mendengarkan keluh kesahnya. Aku sangat peduli dengannya.
***
Aku sadar betul bahwa berpacaran bukanlah hal yang baik. Tapi aku iri dengan teman-temanku. Mereka selalu mengacuhkanku ketika mereka bersama dengan pacar mereka. Dan jika sudah begitu, internetlah yang menjadi pasangan setiaku.
***
Aku benci melihat orang-orang bermesraan, aku benci melihat teman-temanku melupakanku karena pacar mereka. Aku benci dengan perempuan yang punya pacar lebih dari satu.
***
Biarlah mereka dengan jalan mereka, dan aku akan tetap berada pada jalanku sendiri. Jalan yang ditunjukkan oleh kedua orang tuaku. Karena aku sayang mereka, diriku, dan agamaku.
1 comments:
: |
Post a Comment